Monday, June 20, 2011

Festival Tari Topeng Andong – part 4

Wah..mianhae readers, berita part 4 ini baru bisa author posting sekarang. Jadi, bagi reader yang nungguin berita budaya Korea, jeongmal mianhae. Oke…setelah melihat tiga tari topeng yang ada di part 3, sekarang kita akan melihat tiga tarian lagi yang tidak kalah menakjubkan dan sarat akan makna.
Kangrung Mask Dance
Fakta pertama, tarian ini merupakan warisan budaya penting nomor 34 dan telah diturunkan dari generasi ke generasi di daerah Kangrung, Hwanghaedo. Tarian ini juga sempat menghilang ketika perang saudara antara Korea Utara dan Korea Selatan, tapi diselamatkan oleh orang-orang yang berhasil berpindah dari Utara menuju Selatan.
Tarian ini diselenggarakan saat festival Dano, di hari kelima bulan kelima menurut penanggalan berdasarkan bulan. Tarian ini dimulai pada malam hari hingga keesokan harinya. Para pelakon akan memerankan petani dan nelayan. Pakaian yang mereka pakai selalu berlengan panjang dan cerita tentang konflik antara bangsawan dan pelayan tidak seberat di tarian lain. Bahkan, ditengah-tengah konflik nanti, akan muncul badut yang memberikan keunikan tentang bahasa Korea.
Sama dengan tarian Kosung Okwangdae yang telah dibahas di part 3, tarian ini juga terbagi dalam beberapa bagian, tepatnya tujuh bagian. Bagian pertama kita akan menyaksikan tarian dua singa dan satu bujang dalam irama Tarung dan Gutguree, diakhiri dengan tarian monyet yang sangat unik. Sedangkan di bagian kedua kita akan disuguhkan tarian dari dua orang pelayan.
Di bagian ketiga dan keempat akan ada tarian biksu Buddha. Seorang biksu Buddha akan menari, dan dari tariannya kita dapat menyimpulkan kalau ia telah murtad. Tarian ini bermakna kegagalan penganut ajaran Buddha dalam memenuhi kebutuhan kaum yang tertindas. Lanjut ke bagian kelima, disitu kita akan dikagetkan dengan pengakuan bangsawan atas ketidakmampuan dan kebodohan mereka. Kali ini justru pelayan yang menertawakan mereka, ironis bukan?
Bagian enam kita akan melihat aksi seorang biksu tua menggoda seorang gadis muda melalui tariannya. Di bagian terakhir atau bagian ketujuh, akan ada tarian yang menggambarkan tragedi yang menimpa sebuah keluarga yang berakibat kematian sang istri setelah ditinggal oleh suaminya. Suaminya pun menyesal dan membuat sebuah pengorbanan untuk almarhum istrinya.

Songpa Sandae Mask Dance
Tarian ini juga termasuk dalam warisan budaya penting nomor 49 dan sesuai namanya, tarian ini diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya di daerah Songpadong, Seoul. Rakyat Songpadong merayakan liburan dengan tarian ini dan memiliki 12 bagian. Bagian pertama diisi oleh dua biksu Buddha, yang satu memakai topi merah dan satunya lagi bertopi biru. Bagian kedua dimulai dengan kemunculan biksu lain yang telah murtad dan mencoba mengejek dua biksu tersebut, tapi kemudian balik dimarahi dan dipermalukan.
Bagian ketiga menceritakan kegagalan bangsawan dalam mengikuti ujian negara karena penampilan fisiknya, sedangkan bagian keempat diisi oleh tarian biksu yang diiringi oleh gendang. Di bagian kelima ada adegan seorang biksu saleh yang berusaha mengajarkan kitab suci Buddha kepada delapan biksu lainnya, tetapi kedelapan biksu ini sama sekali tidak tertarik. Di bagian keenam, salah satu biksu tiba-tiba sakit perut. Karena biksu yang lain gagal menyembuhkannya, muncul seorang dokter yang mengobati biksu ini dengan akupuntur.
Bagian ketujuh sampai sembilan berisi tarian yang menggambarkan usaha seorang biksu tua sedang menggoda perempuan muda, sama seperti bagian enam di Kangrung Mask Dance. Di bagian kesepuluh ada tarian yang menyiratkan seorang pelayan yang membangun sebuah kandang babi dan kemudian memanggil bangsawan yang dilayaninya dengan sebutan bangsawan babi. Bagian kesebelas dan duabelas juga menggambarkan tragedi sebuah keluarga. Seorang lelaki tua sedang menggoda seorang gadis, kemudian istrinya mati karena kutukan yang sebenarnya dialamatkan pada sang suami karena kelakuannya tersebut, yang diakhiri dengan pengusiran roh jahat yang diadakan oleh anak-anaknya.

Yangju Pyolsandae
Termasuk dalam warisan budaya penting nomor 2, Yangju Pyolsandae Mask Dance juga telah diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya di daerah Yangju, Kyungkido. Tarian ini terdiri dari delapan bagian, dimana pada bagian pertama diisi oleh sekumpulan biksu yang menari untuk meminta berkat dari dewa penjaga. Di bagian kedua nampak seorang biksu sedang bermain biola dan memakai tongkat, lalu seorang biksu lainnya merebutnya dan membawanya pergi. Bagian ketiga dimulai dari seorang biksu meninju wajah biksu lainnya yang membuat mereka terlibat percakapan.
Di bagian keempat sendiri konsepnya cukup unik, yaitu tarian selembar daun teratai. Daun teratai ini memandang langit sementara seorang pria muncul dan melihat ke tanah. Bagian kelima mencakup adegan berdoa dan akupuntur. Bagian keenam muncul seorang biksu tua yang menjadi badut. Ia akan menceritakan hal yang lucu, lalu kemudian ia akan menari dan bermain. Bagian ketujuh memperlihatkan percakapan seorang pelayan dengan bangsawan muda. Pelayan tersebut mengejek bangsawan muda tersebut dengan menyebutnya kesia-siaan dalam hidup. Di bagian akhir, akan ada ritual pengusiran roh jahat yang dilakukan seorang lelaki tua setelah istrinya meninggal.

Wah…nampaknya jika ditarik garis besarnya, ketiga tarian ini memiliki tema yang nyaris sama, sindiran terhadap bangsawan, kehidupan para biksu, dan pengusiran roh jahat. Sampai jumpa di part 5 dan part 6 chingudeul…kamsahamnida!! 




No comments:

Post a Comment